Bangun Tenun Tradisional, Dukung Kemandirian Ekonomi Pesantren di Lebak, Banten

Kemandirian ekonomi pesantren diproyeksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru di Indonesia yang berbasis syariah.
Banten yang dikenal sebagai “Bumi Seribu Kiai Sejuta Santri” memiliki banyak pondok pesantren (ponpes). Dari beragam potensi usaha ponpes yang dapat dikembangkan di Banten, usaha konveksi dan fesyen termasuk unggulan yang dapat menggerakkan ekonomi ponpes.
Ponpes berperan penting dalam menciptakan SDM yang semakin terampil dan inovatif menghasilkan produk fesyen, mulai dari tekstil sampai busana siap pakai yang berkualitas tinggi.
Dalam mendukung potensi usaha
produk fesyen dan sumber daya bidang fesyen di ponpes wilayah Lebak, Banten,
Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Provinsi Banten, dengan mengandeng
Fashion Designer Wignyo Rahadi, menyelenggarakan Program Pelatihan dan
Pengembangan Tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Khas Leuwidamar Lebak.
Pelatihan untuk para santri dan masyarakat sekitar Pondok Pesantren Al Jam’iyatul Washliyah di Leuwidamar, Kabupaten Lebak ini berlangsung pada 22 Maret-20 April 2021.
Wignyo
Rahadi selaku Fashion Designer nasional dan tenaga ahli Dekranas yang giat
mensosialisasikan pengembangan tenun Nusantara ini, memberikan pelatihan yang
meliputi pengenalan benang sebagai bahan baku tenun, pengenalan warna dan
teknik pewarnaan benang, penggunaan alat mehani, membangun dan setting Alat
Tenun Bukan Mesin (ATBM), praktek menenun, hingga membuat dan motif tenun baru
khas Lebak.
“Dengan pelatihan tenun ATBM
ini diharapkan dapat menjadikan sentra tenun baru di Kabupaten Lebak, selain
sentra tenun Baduy, sehingga dapat mengembangkan kain tenun asal Lebak,”
ujarnya melalui siaran pers diterima di Jakarta
Untuk menjaga eksistensi
tenun Baduy, sesuai arahan Bupati Kabupaten Lebak, Iti Octavia Jayabaya,
kelompok tenun yang baru di Leuwidamar ini tidak memakai nama Tenun Baduy,
melainkan menggunakan nama Tenun Lebak dengan membuat dan mengembangkan
motif-motif baru sebagai motif tenun khas Lebak.
“Alhamdulillah, 20 santri dan
masyarakat sekitar pondok pesantren yang menjadi peserta pelatihan sangat
bersemangat untuk terus mengerjakan tugas-tugas dari para instruktur, sehingga
pelatihan selama 26 hari kerja ini dapat menghasilkan 12 potong kain tenun,”
ujar Wignyo Rahadi.
Perlu diketahui bahwa para
peserta adalah anak-anak muda yang belum pernah melihat alat tenun karena di
Desa Leuwidamar sebelumnya tidak ada kegiatan menenun.
“Dengan adanya kegiatan
kerajinan menenun ATBM ini diharapkan dapat meningkatkan ekonomi keluarga dan
menjadi sentra tenun baru di Lebak, selain tenun Baduy,” ujarnya.
Penutupan Program Pelatihan dan Pengembangan Tenun ATBM Khas Leuwidamar Lebak ini dihadiri oleh Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Banten, Erwin Soeriadimadja; Ketua Bidang Wirausaha Baru Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), Endang Sri Hariatie Budi Karya; dan Fashion Designer Wignyo Rahadi.
Terus
Membina dan Mengembangkan Tenun ATBM
Kepala KPw BI Banten, Erwin
Soeriadimadja mengatakan, tujuan penyelenggaraan pelatihan menenun ini untuk
meningkatkan potensi santri ponpes sebagai SDM sektor fesyen yang profesional
di Provinsi Banten, termasuk di Leuwidamar, Kabupaten Lebak.